Aku, dia,
semua nampak detik berganti hari
Engkau maseh kelihatan berdiri sendiri
Walau aku,
dia, semua Nampak engkau berdiri dengan beribu kaki
Seperti lipan
yang gagah berlari di kaki-kaki walau sendiri
Tapi aku,
dia, semua tahu engkau maseh sendiri.
Dalam keriakan
riang engkau aku, dia, semua tahu kelam semalam maseh dalam
Sendiri lagi
engkau mencanang bagai unggas di tepian yang suram
Telinga-telinga
keras yang aku, dia, semua tahu tetap selalu keras
mendengar
canangan engkau dalam terima atau tidak..
keretakan
dalam yang engkau ciptakan sendiri
untuk
dijadikan ramuan engkau sebagai orang yang sendiri
terjelas
pada dinding dahi engkau tertulisnya “kecanangan aku harus selalu dipercaya,
bukan untuk dipersenda”
tulisan
pada dahi engkau itu ramai yang membuthakan sendiri
matha
mereka, bukan untuk engkau tetapi untuk aku, dia, semua
semua ini
diperjelas agar tiada secebis hati pun akan terlandas pada jalan engkau yang burok
sebagai radeo atau apa pun…
kesah
kesyukuran engkau tiada langsung ditinggikan
malah engkau
kekal mencanang tentang kegelutan atas kerak bumi
yang engkau
pun tidak pasti sama ada ianya benar sudah menipis atau maseh kukuh
ketebalannya walau dihampar cahaya terang membakar…engkau terus mencanang.
Bila engkau
merasakan hidup ada dalam kencah kecelakan
Engkau akan
terus merasa gagal kehidupan sering menghentam mata dan fikiran engkau sendiri.
Aku, dia,
semua bukan tidak mahu..tetapi engkau maseh berdiri begitu dengan canangan engkau
yang begitu penuh keyakinan tanpa sedikit kesyukuran
Cercaan yang
engkau lempar tidak pernah diterbalekkan
Malah jantung
yang pernah engkau ledakkan tidak pernah
Surut menjadi
keringan.
Tetapi semuanya
terus tercalar mengekalkan luka dalam yang kini parah bernanah
Sekali lagi
aku, dia, semua melihat tiada sesal pada matha-matha engkau
Canangan
engkau maseh kekal burok..kini bukan lagi sebagai radeo burok tetapi…sebagai
BUROK yang kekal memburokkan lagi radeo yang sedia burok itu.